Sabtu, 09 Desember 2017

E DAYOHE TEKO

E DHAYOH E TEKO...

assalaamu 'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu
 innalhamdalillaah, nahmaduhuu
wa nasta'iinuhuu wa nastaghfiruhu
wa na'uudzubillaahi min syuruuri 'anfusinaa
wa min syayyi-aati a'maalinaa
man yahdillaahu falaa mudhillalahu
wa man yudhlilhu falaa haadiyalahu
asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalaahu wa asyhadu annaa muhammadan 'abduhuu wa rasuuluhuu laa nabiyya ba'dahu
Jamaah Shalat  Shubuh yang dirahmati Allah,

Segala puji bagi Allah yang senantiasa melimpahkan karunianya kenikmatan yang tak terhitung  bagi  kita  semua. Dan diantara semua kenikmatan itu, nikmat Islam dan Iman adalah yang paling utama.
Marilah kita jaga nikmat islam dan iman ini sampai ajal menjemput

Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan ke haribaan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,  beserta para keluarga, sahabat, dan semua orang yang mengikutnya hingga hari kemudian.

Jamaah Shalat  Shubuh yang dirahmati Allah

Mungkin  bapak-bapak dan ibu-ibu jamaah sekalian, waktu masih waktu kecil dulu, khususnya di jawa, kalau di madura saya nggak tahu, ada tembang dolanan  anak-anak yang berbunyi  : “Eee dhayohe teka; Eee gelarno klasa; Eee klasane bedhah; Eee tambalen jadah; Eee jadahe mambu; Eee pakakno asu: Eee asune mati; Eee buwangen kali; Eee kaline banjir; Eee kelekno pinggir”.

Ada banyak  pendapat tentang arti tembang ini,  di sini saya akan mengemukaan beberapa perdapat tadi.

Pertama, yang berpendapat sesuai dengan arti tektual dari tembang tersebut, mengatakan bahwa sudah menjadi watak orang Jawa kalau kedatangan tamu rumusnya adalah “tiga UH” yaitu “lungguh, gupuh dan suguh”. Sehingga banyak rumah orang Jawa ada tulisan "sugeng rawuh" dalam huruf Jawa di ruang tamunya. Tamu jangan dibiarkan berdiri terlalu lama, segera diaturi lenggah (lungguh) (atau disuruh duduk). Karena tembang ini tembangnya rakyat jelata, ya digelarkan klasa (tikar) sudah hormat sekali. Setelah tamu “lungguh” maka tuan rumah akan “gupuh” (sibuk) untuk menyiapkan “suguh” (suguhan makanan minuman). Dalam tembang ini “gupuh”nya makin menjadi-jadi ketika ternyata tikarnya sudah jebol

 Dia melihat ada masalah dengan tikar yang ternyata jebol.  Mungkin lama tidak ada tamu, tikar tidak pernah digelar. Bahkan jadah pun sudah bau. Intinya tuan rumah kita tidak siap menerima tamu. Bisa juga tuan rumah memang jarang menerima tamu. Tetapi apapun argumentasinya, namanya  tetap tidak siap juga.

Sehingga tamunya (dhayohnya) menjadi tidak ditemui oleh pemilik rumah,  karena pemilik rumah  menjadi sibuk membuang bangkai anjing di kali/sungai yang ternyata banjir.

Yang kedua, ada yang berpendapat, karena tembang ini ciptaan dari sunan kalijoga, maka ada semacam makna/arti atau bahasa kerennya filosofi dari tembang dolanan ini,  Dalam tembang ini, kalau kita sudah tua/usia senja. Dhayoh atau tamu yang dimaksud dalam tembang ini adalah  malaikat pencabut nyawa, malaikat Izrail.  Kita ingat dalam salah satu ayat al quran :


“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada-Ku kalian dikembalikan". (Q.S. Al-Ankabut; 57).
Atau

“ Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al A’raf: 34)

Jadi kita semua akan didatangi oleh tamu kita tadi yaitu malaikat pencabut nyawa atau malaikat izrail, kita mau atau tidak mau harus siap menerima kedatangnnya, Tapi kayaknya tidak segampang kita menerima tamu kita sperti biasanya. Dalam tembang “Dhayohe teka” ini ketidak-siapan kita digambarkan sebagai “klasa yang bedhah” . e Klasa ne bedhah , klasa bedah, bisa diartikan amalan wajib kita yang rusak, atau bolong-bolong, shalat kita bolong-bolong, puasa kita bolong-bolong, zakat kita bolong-bolong, haji kita juga bolog-bolong, bisa jadi bolong-bolong dalam jumlahnya atau rusak atau bedah, atau suwek kayak klosa yang bedah tadi,  karena sikap kita yang  riya, sombong, atau takabur atas amalan kita.

Kalau amalan wajib kita tadi sudah bedah, rusak atau sowek atau bolong-bolong mau ditambal atau diperbaiki pakai apa? Apa pakai jadah? Apa ditambal pakai jadah

Maksudnya e tambalen jadah dalam tembang ini adalah, amalan wajib kita yang bolong-bolong, yang rusak, yang bedah tadi,  jika mugkin bisa kita perbaiki dengan pahala dari  amalan-amalan sunah sunnah kita. Puasa sunah, shlat sunah, sedekah, dan lain-lainnya yang disunahkan Nabi. Namun, bagaimana jika ternyata amalan-amalan sunah kita itu ternyata juga rusakmambu,............ e jadah mambu, Amalan yang sudah bau/mambu tadi atau rusak tadi tentu juga nggak akan berguna bagi kita, kalau kita tetap gunakan atau tetap memakan jadah yang mambu tadi tentu kita akan menjadi sakit atau akhirnya mininggal dunia karena jadah tadi sudah mambu/berracun, jadi amalan kita tadi tidak akan ada harganya,  bukti lainnya apa?...kalau jadah yang bau  tadi di makan asu,   a pakakno asu, e asune mati, akibatnya apa anjingnya tadi langsung mati, jadi  Anjing diseluruh dunia saja tidak akan mau dikasih makan jadah ini, untuk binatang saja tidak ada harganya, apa lagi untuk manusia. Kemudian akhirnya di mana amalan yang tidak berguna tadi, akhirnya adalah di kali/sungai... e kelokno kali, e kali ne banjir e kelekno pinggir... ini menggambarkan suatu sungai/kali diatas jembatan sirotulmustqim. Jadi bisa jadi penggambaran dari neraka.  Jadi kerena amalan kita rusak semua, maka tempatnya ya di neraka.. Kenapa amalan kita bisa rusak, ya tadi kerena kita beramal dengan tidak iklas, tidak seuai al quran dan hadist, kerana kita riya, takabur, sombang, merasa benar sendiri dalam beramal, yang lain salah, merasa pinter sendiri dalam beramal, yang lainnya bodoh, waktu sholat merasa sholatnya paling benar yang lainnya salah, waktu puasa merasa puasanya paling benar sendiri yang lain salah, waktu zakat merasa zakatnya benar sendiri yang lain salah atau yang lainnya, dan lain-lainnya.

Kalau berbicara masalah riya, takabur dan sombong. Kita jadi teringat pada salah satu makhluk ciptaan Allah subhanahu wa ta'ala, yaitu iblis, atau setan.

“Dulu, jauh sebelum manusia diciptakan, bangsa jin adalah mahluk yang pertama ada. Ia diciptakan dari api.

Di antara bangsa jin, ada yang namanya Azazil. Azazil adalah sosok dari bangsa jin yang sangat taat beribadah. Tidak ada yang bisa mengalahkan ritual ibadahnya. Kabar bercerita, bahwa ia beribadah selama 60 ribu tahun lamanya.

Bahkan ia dianggap malaikat..

Saking taatnya Azazil, bangsa jin mengangkatnya sebagai Imam. Ia menjadi rujukan bagaimana seharusnya beribadah kepada Tuhan...”

“Sampai satu waktu, Tuhan memutuskan untuk menciptakan seorang manusia dari segenggam tanah. Manusia pertama itu dinamakan Adam. Dan ketika Adam tercipta, semua bangsa jin diminta tunduk padanya..

Hanya Azazil yang tidak mau. Ia merasa bahwa dirinya jauh lebih mulya - karena diciptakan dari api - dan jauh lebih taat kepada Allah  daripada mahluk yang baru diciptakan itu.

Akhirnya Azazil dikutuk tidak akan pernah merasakan harumnya surga karena membangkang. Kesombongan menelan semua amal ibadahnya menjadi tidak berguna..”

Dan sebetulnya  ketika kita melakukan maksiat, itu sejatinya bukan sepenuhnya akibat godaan iblis atau Azazil. Tetapi lebih karena besarnya hawa nafsu kita sendiri, yang tidak mampu kita kendalikan.

“Lalu dimana peran Azazil atau iblis dalam menyesatkan manusia

Azazil atau iblis atau setan akan  menyesatkan manusia “Ketika kita sudah merasa beriman. Azazil atau iblis tidak ingin manusia lebih taat darinya dalam hal ibadah.

Karena itulah ia menitipkan benih kesombongan dalam hati manusia yang merasa sudah beriman, supaya ia merasa dirinya benar, padahal apa yang ia lakukan adalah kesalahan besar. Seperti dirinya. Seperti Azazil.

Dendam Azazil kepada anak cucu Adam, tidak akan pernah punah sampai akhir masa..”
Sesungguhnya ibadah itu ibarat pisau bermata dua. Menjadikan manusia berahlak sempurna atau menjadi mesin perusak karena memelihara kesombongan di dadanya.

Jamaah Shalat  Shubuh yang dirahmati Allah,
Adalah penting bagi kita untuk menjaga amalan kita supaya amalan kita tidak rusak, tidak bau, sehingga ada nilainya di hadapan Allah kelak di akhirat,  ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kita beramal.

Pertama yang harus ditegakkan adalah niat.
Kedua adalah ittiba’. Iittiba’ adalah amalan hendaknya dilakukan sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ketiga yang menjiwai amal perbuatan adalah ikhlas. Ikhlas mengandaikan tidak adanya pamrih apapun dalam sebuah perbuatan

Ada tiga tanda orang yang berlaku ikhlas.
Pertama, tak memberi pengaruh apa-apa kepada si pelaku kala perbuatan tersebut dipuji ataupun dicaci. Amal yang dijalankan secara ikhas sejak awal bukan untuk meraih balasan apapun dari manusia, karena itu komentar apa pun dari mereka tak akan berdampak apa-apa.

Tanda ikhlas Kedua, melupakan kebaikan yang telah dilakukan. Tanda ini menempel secara otomatis pada diri si pelaku yang menganggap kebaikan sebagai suatu kelaziman dalam hidup di dunia. Mengingat-ingat atau menghafal kebaikan hanya hanya berlaku bagi orang yang berharap sebuah balasan atau imbalan, seperti penagih utang yang berharap uangnya kembali atau seorang pedagang yang mendambakan keuntungan.

Tanda ikhlas ketiga, kalaupun berharap imbalan, ia berharap balasan baik di akhirat bukan di dunia.

Saya yakin jamaah di masjid ini semuanya sudah paham atau hapal atau nglontok di luar kepala dengan ketiga hal tersebut, tapi bapak-ibu sekalian kesemuanya ini adalah amalan hati, yang orang lain susah untuk menilai, orang akan sangat susah untuk menilai pikiran atau hati orang lain.  Karena hati ini urusan Allah, maka baiknya kita sering berdoa

"robbanaa laa tuzigh quluubanaa ba'da idz hadaytanaa wa hablanaa mi-l ladunka rohmah innaka anta-l wahhaab"

Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.

Demikian yang bisa saya sampaikan,  semoga bermafaat.

Wabillahi taufiq wal hidayah, Assalamuaikum warah matullah hiwabarokatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar