Sabtu, 10 November 2012

Memelihara Kelangsungan Amalan


Allah Ta'ala berfirman:
"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, supaya hati mereka itu khusyu' untuk mengingat-ingat kepada Allah dan kebenaran yang turun kepada mereka itu - yakni al-Quran. Janganlah mereka itu berkeadaan yang serupa dengan orang-orang yang telah diberi kitab-kitab padamasa dahulu - sebelum mereka, tetapi mereka telah melalui masa yang panjang, kemudian menjadi keraslah hati mereka tersebut - yakni enggan menerima kebenaran." (al-Hadid: 16)

Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Kemudian Kami - Allah - iringkan di belakang mereka dengan beberapa Rasul Kami dan Kami iringkan pula dengan Isa anak Maryam, serta Kami berikan Injil kepadanya. Kami memberikan perasaan kasih sayang dalam hati para pengikutnya. Keruhbaniahan itu mereka ada-adakan saja. Kami tidak mewajibkan demikian itu atas mereka. Yang Kami perintahkan - tidak tain kecuali mencari keridhaan Allah, tetapi mereka tidak memelihara itu sebagaimana mestinya yang ditentukan." (al-Hadid: 27)

Keterangan:
Keruhbaniahan, artinya hidup dalam klooster bagi para penganut atau pendeta-pendeta agama Nasrani. Ini bukan berasal dari ajaran Nabiullah Isa a.s. dan itu hanyalah buatan kepala-kepala agama yang datang sepeninggal beliau. Islam juga tidak membenarkan adanya ruhbaniah.

Allah Ta'ala berfirman pula:
"Janganlah engkau semua itu seperti perempuan yang menguraikan benangnya menjadi lepas kembali setelah dipintal kuat-kuat." (an-Nahl: 92)

Juga Allah Ta'ala berfirman:
"Dan sembahlah Tuhanmu sehingga datanglah keyakinan - dan maksudnya kematian - kepadamu." (al-Hijr: 99)

Adapun Hadis-hadis yang menerangkan bab di atas itu, di antaranya ialah Hadisnya Aisyah: "Mengerjakan agama yang tercinta di sisi Allah ialah yang dikekalkan oleh orangnya - yakni tidak bosan-bosan melakukannya sekalipun sederhana."


Selain Hadis di atas ialah:
Dari Umar al-Khaththab r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang tertidur sehingga kelupaan membacakan hizibnya di waktu malam atau sebagian dari hizibnya itu, kemudian ia membacanya antara waktu shalat fajar dengan zuhur, maka dicatatlah untuknya seolah-olah ia membacanya itu di waktu malam harinya." (Riwayat Muslim)

Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: Rasulullah s.a.w. pernah bersabda kepadaku:
"Hai Abdullah, janganlah engkau seperti si Fulan itu. Dulu ia suka bangun bersembahyang malam, kemudian ia meninggalkan bangun malam itu." (Muttafaq 'alaih)

Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. itu apabila terlambal dari shaiat malam, baik karena sakit ataupun lain-lainnya, maka beliau bersembahyang di waktu siangnya sebanyak duabelas rakaat." (Riwayat Muslim)

Kamis, 08 November 2012

Anjuran Melakukan Shalat Witir


Dari Ali r.a., katanya: "Shalat witir itu bukannya wajib sebagaimana shalat yang difardhukan, tetapi Rasulullah s.a.w. mengerjakan shalat itu dan bersabda:
"Sesungguhnya Allah itu Maha Witir - yakni ganjil, maka lakukanlah shalat witir - yaitu yang rakaatnya ganjil, hai ahli al-Quran."
Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Termidzi dan Termidzi mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan

 Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Dari seluruh malam itu Rasulullah s.a.w. sungguh-sungguh telah melakukan witir - yakni waktu berwitir beliau s.a.w. tidak tertentu waktunya, yaitu di permulaan malam, di pertengahan malam, di akhir malam dan berakhirlah waktu witir beliau s.a.w. itu sampai waktu sahur- hampir menyingsingnya fajar shadik." (Muttafaq 'alaih)

 Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Jadikanlah shalat witir itu sebagai akhir shalatmu di waktu malam." (Muttafaq 'alaih)

 Dari Abu Said al-Khudri r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:  "Berwitirlah engkau semua sebelum engkau semua berpagi-pagi - yakni sebelum terbitnya fajar shadik." (Riwayat Muslim)

Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Nabi s.a.w. melakukan shalatnya di waktu malam, sedang ia - yakni Aisyah yaitu isterinya - melintang antara kedua tangannya - yakni di mukanya. Maka jikalau tinggal mengerjakan witir, beliau s.a.w. membangun-kannya, lalu Aisyahpun berwitirlah." (Riwayat Muslim)

Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan: "Maka jikalau tinggal mengerjakan witir, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Bangunlah dan berwitirlah, hai Aisyah."

Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Dahuluilah shalat Subuh itu dengan witir - maksudnya' Bangunlah sebelum waktunya shalat Subuh lalu berwitirlah dulu."

Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Termidzi, dan Termidzi mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.

Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang takut kalau tidak bangun di akhir malam, maka hendaklah berwitir di permulaan dan barangsiapa lupa hendak bangun di akhir malam, maka hendaklah berwitir di akhir malam, karena sesungguhnya shalat akhir malam itu disaksikan oleh para malaikat dan yang sedemikian itulah yang lebih utama." (Riwayat Muslim)

Rabu, 31 Oktober 2012

Istighfar Mohon Pengampunan


Allah Ta'ala berfirman:
"Dan mohonlah pengampunan - kepada Allah – karena dosamu." (Muhammad: 19)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Dan mohonlah pengampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang." (an-Nisa': 106)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Maka mahasucikanlah dengan mengucapkan puji-pujian kepada Tuhanmu dan mohonlah pengampunan kepadaNya, sesungguhnya Tuhan itu adalah Maha Penerima taubat." (an-Nashr: 3)
Allah Ta'ala berfirman pula:
 "Bagi orang-orang yang bertaqwa adalah beberapa syurga di sisi Tuhan mereka yang di bawahnya itu mengalirlah beberapa sungai," sampai pada firmanNya: "Dan orang-orang yang memohonkan pengampunan di waktu pagi." (ali-lmran: 15)
 Allah Ta'ala berfirman lagi:
 "Dan barangsiapa yang mengerjakan keburukan atau menganiaya dirinya sendiri, kemudian memohonkan pengampunan kepada Allah, maka ia akan mendapatkan Allah itu adalah Maha Pengampun lagi Penyayang." (an-Nisa': 110)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Tidaklah Allah itu akan menyiksa mereka, selagi engkau -Muhammad - masih ada di kalangan mereka. Allah juga tidak akan menyiksa mereka, selagi mereka itu masih suka memohonkan pengampunan." (al-Anfal: 13)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Dan orang-orang yang apabila melakukan kejahatan atau mengianiaya dirinya sendiri, mereka lalu ingat kepada Allah, kemudian memohonkan pengampunan karena dosa-dosa mereka itu. Siapakah lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa itu selain Allah? Dan mereka tidak terus-menerus mengulangi perbuatan yang jahat itu, sedang mereka mengetahui."' (ali-lmran: 135)

Ayat-ayat dalam bab ini banyak, lagi pula dapat dimaklumi.

Dari al-Aghar al-Muzani r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saja, niscayalah diterangi dengan cahaya dalam hatiku dan sesungguhnya saya itu niscayalah beristighfar - yakni memohonkan pengampunan kepada Allah sebanyak seratus kali dalam sehari." (Riwayat Muslim)
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya saya ini niscayalah beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepadaNya dalam seharinya lebih dari tujuhpuluh kali." (Riwayat Bukhari)

Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya, jikalau engkau semua tidak melakukan apa-apa yang berdosa niscayalah Allah Ta'ala melenyapkan engkau semua dan niscayalah akan mendatangkan lagi sesuatu kaum yang berbuat dosa, lalu mereka itu beristighfar kepada Allah, kemudian Allah memberikan pengampunan kepada mereka itu." (Riwayat Muslim).

Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Kita semua pernah menghitung Rasulullah s.a.w. dalam sekali majlis mengucapkan istighfar sebanyak seratus kali, yaitu: Rabbighfir li wa tub 'alayya, innaka antat tawwabur rahim." Artinya: Ya Tuhan, ampunilah saya serta terimalah taubat saya, sesungguhnya Engkau adalah Maha Penerima taubat lagi Penyayang. Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Termidzi dan Termidzi mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang tetap secara langsung beristighfar kepada Allah, maka Allah menjadikan untuknya suatu jalan keluar dari setiap kesempitan - atau kesukaran - yang ditemuinya, juga diberi kelapangan dari setiap kesusahan yang dirasakannya, serta memberinya rezeki dari jalan yang tidak pernah dikira-kira olehnya." (Riwayat Abu Dawud)

Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengucapkan: Astaghfirullahal-ladzi lailaha illa huwal hayyal qayyuma wa atubu ilaih - artinya: Saya beristighfar kepada Allah yang tiada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup lagi Berdiri Sendiri dan saya bertaubat kepadaNya, maka diampunkanlah semua dosanya sekalipun ia benar-benar pernah melarikan diri dari barisan yang sedang berperang." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud, Termidzi dan Hakim dan Hakim berkata bahwa ini adalah Hadis menurut syarat Imam-imam Bukhari dan Muslim.

Dari Syaddad bin Aus r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Penghulu semua bacaan istighfar itu ialah apabila seseorang hamba mengucapkan - yang artinya: "Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku. Saya menetapi perjanjian dan ketentuan yang saya ikrarkan kepadaMu - yakni berupa kebaktian, keimanan dan keikhlasan, sedapat yang saya lakukan. Saya mohon perlindungan kepadaMu daripada keburukannya apa yang saya lakukan. Saya mengakui akan kenikmatan yang Engkau limpahkan pada diriku dan saya mengakui pula akan dosaku. Maka dari itu, berilah pengampunan padaku, karena sesungguhnya saja tidak ada yang dapat mengampuni semua dosa kecuali Engkau sendiri. Barangsiapa yang mengucapkan istighfar di atas itu pada waktu siang dengan penuh kepercayaan akan isi kandungannya, kemudian meninggal dunia pada harinya itu sebelum sore harinya, maka ia adalah termasuk golongan ahli syurga. Selanjutnya barangsiapa yang mengucapkannya di waktu malam dan ia mempunyai kepercayaan penuh akan isi kandungannya, lalu meninggal dunia sebelum pagi harinya, maka ia adalah termasuk golongan ahli syurga." (Riwayat Bukhari) Abu-u dengan ba' yang didhammahkan, kemudian waw dan hamzah mamdudah, artinya ialah mengikrarkan serta mengakui.

Dari Tsauban r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu apabila selesai dari shalatnya lalu beristighfar kepada Allah tiga kali dan selanjutnya mengucapkan - yang artinya: "Ya Allah, Engkau adalah Maha Menyelamatkan, daripadaMulah datangnya keselamatan. Maha Suci Engkau, hai Zat yang memiliki keagungan dan kemuliaan." Kepada al-Auza'i yaitu salah seorang yang meriwayatkan Hadis ini, ditanyakan: "Bagaimanakah ucapan istighfar itu?" la menjawab: "Yaitu mengucapkan Astaghfirullah, astaghfirullah. (Riwayat Muslim)

Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. itu memperbanyak ucapannya sebelum wafatnya, yaitu - yang artinya: "Maha Suci Allah dan dengan mengucapkan puji-pujian padaNya. Saya beristighfar kepada Allah serta bertaubat kepadaNya. (Muttafaq ‘alaih).

Dari Anas r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman - dalam Hadis qudsi: "Hai anak Adam -yakni manusia, sesungguhnya engkau itu, selama masih suka berdoa dan berharap kepadaKu, pastilah Aku mengampuni engkau semua atas dosa apa saja yang ada pada dirimu dan Aku tidak memperdulikan banyaknya. Hai anak Adam, jikalau dosa-dosamu itu sampai mencapai mega di langit, kemudian engkau beristighfar kepadaKu pastilah Aku mengampuni engkau dan Aku tidak mem-perdulikan banyaknya. Hai anak Adam, sesungguhnya engkau itu, jikalau datang kepadaKu dengan membawa berbagai kesalahan hampir sepenuh isi bumi, kemudian engkau menemui Aku, asalkan engkau tidak menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscayalah Aku akan datang kepadamu dengan pengampunan hampir sepenuh isi bumi itu pula." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. 'Ananus sama' dengan fathahnya 'ain, ada yang mengatakan artinya itu ialah mega atau awan, juga ada yang mengatakan, artinya ialah apa-apa yang tampak padamu dari mega itu Qurabul ardhi dengan dhammahnya qaf, ada yang meriwayatkan dengan kasrahnya qaf, tetapi dengan dhammah adalah lebih tersohor, artinya ialah apa-apa yang hampir memenuhi bumi.

Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Hai semua golongan kaum wanita, bersedekahlah engkau semua dan perbanyakkanlah beristighfar, sebab sesungguhnya saya melihat bahwa engkau semua itu adalah sebanyak-banyaknya ahli neraka." Kemudian ada seorang wanita dari yang hadhir di waktu itu berkata: "Mengapa kita kaum wanita merupakan jumlah terbanyak dari para ahli neraka?" Beliau s.a.w. menjawab: "Engkau semua itu suka memperbanyakkan melaknat serta menutupi kebaikan suami. Saya tidak melihat orang-orang yang kurang akal dan agamanya di kalangan makhluk yang berakal yang lebih ghalib - yakni lebih banyak - daripada engkau semua itu." Wanita tadi berkata lagi: "Apakah kekurangan akal dan agama kita?" Beliau s.a.w. menjawab: "Persaksian dua orang perempuan adalah sama nilainya dengan persaksian seorang lelaki - inilah satu tanda kekurangan akalnya - dan pula wanita itu diam berhari-hari tanpa melakukan shalat - sebab haidh, nifas dan sebagainya dan inilah tanda kekurangan agamanya." (Riwayat Muslim)

Selasa, 30 Oktober 2012

Anjuran Untuk Memperbanyak Kebaikan Pada Akhir-akhir Umur


Allah Ta'ala berfirman:

"Bukankah Kami telah memberikan umur yang cukup kepadamu semua. Dalam masa itu orang yang mau mengerti dapatlah mengambil pengertian dan orang yang memberikan peringatanpun telah datang padamu semua." (Fathir: 37)

Ibnu Abbas serta para muhaqqiq - ahli penyelidik agama -mengatakan bahwa artinya umur cukup itu ialah: Bukankah Kami telah memberikan padamu semua umur sampai enampuluh tahun. Penegasan ini dikuatkan pula oleh Hadis yang akan kami sebutkan di belakang Insya Allah. Diterangkan pula oleh ulama-ulama yang lain bahwa maknanya itu ialah delapanbelas tahun. Ada pula yang mengatakan empatpuluh tahun. Keterangan ini diucapkan oleh Al-hasan, Alkalbi dan Masruq, juga dikutip dari keterangan Ibnu Abbas yang lain. Mereka itu mengutip pula bahwa para ahli Madinah, apabila seseorang dari mereka itu telah mencapai umur empat puluh tahun, maka selalulah ia menghabiskan waktunya untuk beribadat.
Ada pula yang mengatakan bahwa umur cukup itu artinya ialah jikalau telah baligh.
Adapun firman Allah Ta'ala yang artinya: "Telah pula datang padamu semua seorang yang bertugas memberikan peringatan." Ibnu Abbas dan Jumhur ulama mengatakan bahwa yang dimaksud itu ialah Nabi s.a.w. Ada lagi yang menerangkan bahwa maksudnya itu ialah adanya uban. Ini diucapkan oleh 'Ikrimah, Ibnu 'Uyainah dan lain-lainnya.
Wallahu a'lam.
Adapun Hadis-hadisnya ialah:

Pertama: Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya:
"Allah tetap menerima uzur - alasan - seseorang yang diakhirkan ajalnya, sehingga ia berumur enampuluh tahun." (Riwayat Bukhari)
Para ulama berkata bahwa maknanya itu ialah Allah tidak akan membiarkan-tidak menerima-uzur seseorang yang sudah berumur enampuluh tahun itu, sebab telah dilambatkan oleh Allah sampai masa yang setua itu.
Dikatakan: Azarar rajulu: apabila ia sangat banyak mengemukakan keuzurannya.

Kedua: Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya:
 "Umar r.a. memasukkan diriku 11 dalam barisan sahabat-sahabat tua yang pernah mengikuti perang Badar. Maka sebagian orang-orang tua itu seolah-olah ada yang merasakan tidak enak dalam jiwanya, lalu berkata: "Mengapa orang ini masuk beserta kita, sedangkan kita mempunyai anak-anak yang sebaya umurnya dengan dia?" Umar kemudian menjawab: "Sebenarnya dia itu sebagaimana yang engkau semua ketahui," - maksudnya bahwa Ibnu Abbas itu diasuh dalam rumah kenabian dan ia adalah sumber ilmu pengetahuandan berbagai pendapat yang tepat."
Selanjutnya pada suatu hari Umar memanggil saya, lalu memasukkan saya bersamasama dengan para orang tua di atas. Saya tidak mengerti bahwa Umar memanggil saya pada hari itu, melainkan hanya untuk memperlihatkan keadaan saya kepada mereka itu. Umar itu berkata: "Bagaimanakah pendapat saudara-saudara mengenai firman Allah - yang artinya: "Jikalau telah datang pertolongan Allah dan kemenangan." Maka sebagian para sahabat tuatua itu berkata: "Maksudnya ialah kita diperintah supaya memuji kepada Allah serta memohonkan pengampunan daripadaNya jikalau kita diberi pertolongan serfa kemenangan." Sebagian mereka yang lain diam saja dan tidak mengucapkan sepatah katapun. Umar lalu berkata kepadaku: "Adakah demikian itu pula pendapatmu, hai Ibnu Abbas?" Saya lalu menjawab: "Tidak." Umar bertanya lagi: "Jadi bagaimanakah pendapatmu?" Saya menjawab: "Itu adalah menunjukkan tentang ajal Rasulullah s.a.w., Allah telah memberi tahukan pada beliau tentang dekat tibanya ajal itu. Jadi Allah berfirman – yang artinya: "Jikalau telah datang pertolongan dari Allah serta kemenangan," maka yang sedemikian itu adalah sebagai tanda datangnya ajalmu. Oleh sebab itu maka memaha sucikanlah dengan mengucapkan puji-pujian kepada Tuhanmu dan mohonlah pengampunan padaNya, sesungguhnya Allah adalah Maha Penerima taubat."
Umar r.a. lalu berkata: "Memang, saya sendiri tidak mempunyai pendapat selain daripada seperti apa yang telah engkau ucapkan itu." (Riwayat Bukhari)

Ketiga: Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya:
"Tidaklah Rasulullah s.a.w. bersembahyang sesuatu shalat setelah turunnya ayat: Idza ja-a nashrullahi walfathu – Apabila telah tiba pertolongan dari Allah dan kemenangan, melainkan dalam shalatnya itu selalu mengucapkan: Subhanaka rabbana wa bihamdik. Allahummaghfirli - Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan saya mengucapkan puji-pujian kepadaMu. Ya Allah berilah pengampunan padaku." (Muttafaq 'alaih)
 Dalam riwayat yang tertera dalam kedua kitab shahih - yakni Bukhari dan Muslim, disebutkan dari Aisyah pula demikian:
"Rasulullah s.a.w. itu memperbanyakkan ucapannya dalam ruku' dan sujudnya yaitu: Subhanakallahumma rabbana wa bihamdika, Allahummaghf'ir Hi - Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami dan saya mengucapkan puji-pujian kepadaMu. Ya Allah, berikanlah pengampunan padaku," beliau mengamalkan benar-benar apa-apa yang menjadi isi al-Quran.
Makna: Yata-awwalul Quran ialah mengamalkan apa-apa yang diperintahkan pada beliau itu yang tersebut dalam al-Quran, yakni dalam firman Allah Ta'ala: Fasabbih bihamdi rabbika wastaghfirhu, artinya: Maka maha sucikanlah dengan mengucapkan puji-pujian kepada TuhanMu dan mohonlah pengampunan kepadaNya.
Dalam riwayat Muslim disebutkan:
"Rasulullah s.a.w. itu memperbanyak ucapannya sebelum wafatnya, yaitu: Subhanakawa bihamdika, astaghfiruka wa atubu ilaik - Maha Suci Engkau dan saya mengucapkan pujipujian kepadaMu, saya mohon pengampunan serta bertaubat kepadaMu.
Aisyah berkata: Saya berkata: "Hai Rasulullah, apakah artinya kalimat-kalimat yang saya lihat Tuan baru mengucapkannya itu?" Beliau s.a.w. bersabda: "Itu dijadikan sebagai alamat bagiku untuk ummatku, jikalau saya telah melihat alamat tersebut. Itu saya ucapkan apabila telah datang pertolongan dari Allah dan kemenangan." Beliau membaca surat an-Nashr itu sampai selesai.
Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan: "Rasulullah s.a.w. memperbanyakkan ucapan: Subhanallah wabihamdih, astaghfirullah wa atubu ilaih - Maha Suci Allah dan saya mengucapkan puji-pujian kepadaNya, saya mohon pengampunan serta bertaubat kepadaNya.
Aisyah berkata: Saya berkata: "Ya Rasulullah, saya lihat Tuan selalu memperbanyak ucapan: Subhanallah wa bihamdih, astaghfirullah wa atubu ilaih. Rasulullah s.a.w. lalu bersabda:
"Tuhanku telah memberitahukan kepadaku bahwasanya aku akan melihat sesuatu alamat untuk ummatku. Jikalau saya melihatnya itu, maka aku memperbanyakkan ucapan Subhanallah wa bihamdih astaghfirullah wa atubu ilaih. Kini aku telah melihat alamat tersebut,yaitu jikalau telah datang pertolongan Allah dan kemenangan yakni dengan dibebaskannya kota Makkah. Dan engkau melihat para manusia masuk dalam agama Allah dengan berduyun-duyun. Maka maha sucikanlah dengan mengucapkan puji-pujian kepada Tuhanmu dan mohonlah pengampunan kepadaNya, sesungguhnya Allah adalah Maha Penerima taubat."

Keempat: Dari Jabir r.a., katanya: "Nabi s.a.w. bersabda: "Dibangkitkan setiap hamba itu - dari kuburnya, menurut apa yang ia mati atasnya." (Riwayat Muslim)

Keterangan:
Hadis ini menyerukan setiap manusia muslim lagi mu'min agar senantiasa berbuat kebaikan kepada siapapun, mengerjakan apa-apa yang diridhai Allah, menetapi sunnahsunnahnya Rasulullah s.a.w. dalam segala waktu, tempat dan keadaan. Juga menyerukan supaya terus menerus memiliki keikhlasan hati dalam mengamalkan segala hal semata-mata untuk Allah Ta'ala jua, baik dalam ucapan ataupun perbuatan. Kepentingannya ialah agar di saat kita ditemui oleh ajal, maka kematian kitapun menetapi keadaan sebagaimana yang tersebut di atas itu, sehingga pada hari kita diba'ats atau dibangunkan dari kubur nanti, keadaan kitapun sebagaimana halnya apa yang kita tetapi sewaktu kita berada di dunia ini.
Semogalah kita memperoleh husnul-khatimah atau penghabisan yang bagus dan terpuji.

Kelima: Dari Anas r.a., katanya: "Sesungguhnya Allah 'Azzawajalla senantiasa mengikutkan terus-sambung menyambung - dalam menurunkan wahyu kepada Rasulullah s.a.w. sebelum wafatnya sehingga beliau itu wafat, di situlah sebagian besar wahyu diturunkan." (Muttafaq 'alaih)

Kamis, 11 Oktober 2012

Ujian Menurut Kadar Agamanya

" Manusia yang paling berat ujiannya ialah para Nabi. Kemudian orang-orang yang seperti itu maka ujiannyapun seperti itu. Seseorang akan diuji menurut ukuran agamanya; jika agamanya kuat, kuat pula ujiannya, jika agamnya tipis tipis pula ujiannya. Maka senantiasa bala itu menimpa manusia sampai kelak ia membiarkannya berjalan di muka bumi dengan tidak ada kesalahan lagi atasnya."

Diriayatkan oleh :
At Tarmudzi dan An Nasai dalam " al Kabir" oleh Ibnu Majah dan dishahihkan oleh At Tarmidzi, oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim. Selanjutnya dari jalur 'Ashim bin Bahdzalah dari Mash'ab bin Sa'ad bin Abi Waqash dari ayahnya. Yang mula-mula membawa Hadist ini adalah Al Bukhari dan dia tidak meriwayatkannya. Dari sanalah Ibnu Hajar mengambilnya dan mencantumkannya dalam kitab "Tartiibul Firdaus" kemudian diikuti oleh As Suyuthi dalam kitab " Jami'" -nya

Sababul wurud :
Hadist ini timbul sehubungan dengan pertanyaan Abu Waqash : " Ya Rasulullah, siapa di antara manusia yang paling berat ujiannya ?" Jawab beliau : " Yang paling berat ujiannya ialah para Nabi.... dan seterusnya.

Keterangan :
Dalam Hadist ini diterangkan bahwa Allah mmenguji seseorang menurut kadar atau ukuran agamanya. Dan Dia pun "tidak membebani seseorang kecuali menurut kemampuannya" (Al Baqarah : 286).

Yang Paling Banyak Diuji

" Manusia yang paling banyak mendapat ujian adalah para Nabi kemudian orang-orang yang shalih. Sungguh ada di antara mereka yang diuji Allah dengan kefakiran sehingga dia tidak mendapatkan, kecuali beban hidup yang harus dilaluinya; dan ia pikul beban itu dengan tulus hati. Ada pula yang diuji dengan kutu yang membunuhnya. Bahkan setiap mereka pasti merasa lebih senang dengan ujian itu daripada kamu yang mendapat pemberian nikmat"

Diriwayatkan oleh : Ibnu Majah, Abu Ya' la, Al Hakim dari Abu Sa'id Al-Khudri. Menurut Al Hakim dan diperkuat oleh Adz-Dzahabi, Hadist ini sesuai dengan persyaratan Muslim

Sababbul Wurud :
Kata Abu Sa'id : " aku telah masuk ke dalam kamar Rasulullah di saat beliau sakit panas. Kuletakkan tanganku di atas selimutnya dan kurasakan betapa panas badan beliau. " Alangkah panasnya badanmu ya Rasulullah ", kataku. Beliau bersabda : " Manusia yang paling banyak mendapat ujian adalah para Nabi .... dan seterusnya.

Keterangan :
Bala artinya cobaan atau ujian. Manusia yang mendapat bala adalah manusia yang diuji dengan berbagai cobaan, sebagaimana diuraikan oleh As-Siyad berkata : "Kemudian siapa lagi ya Rasulullah ?". Rasulullah menjawab : "Kemudian orang-orang shalihin sebab para Nabi dan shalihin adalah orang-orang yang dicintai Allah. Dan setiap kesusahan di dunia, Allah akan mengangkat derajatnya pada hari kiamat. Allah mengambil apa yang dicintai manusia sekarang untuk mengangkat derajatnya nanti. Dan hari akhirat lebih baik dan lebih kekal. Allah menguji seseorang dengan kefakiran sehingga ia tidak mendapatkan kecuali beban yang harus dilaluinya. Demikian setiap cobaan yang diharapkan kepada para Nabi dan shalihin, meraka hadapi dengan penuh ketulusan, sehingga Allah memberikan kepada mereka pahala yang besar. Ujian dan cobaan tersebut hakikatnya membersihkan dan menyelematkan seorang manusia dari kesalahan sehinga kelak ia menjumpai Allah dengan bersih.

Sabtu, 06 Oktober 2012

Sabar Dalam Kepahitan Dunia

" Sabarlah engkau atas kepahitan dunia untuk memperoleh kenikmatan akhirat "

Diriwayatkan oleh : Bin Laal, Ibnu Mardawaih, Ibnu Najar, Ad Dailami dari Jabir bin Abdullah

Sababul Wurud :
Diriwiyatkan di dalam " Al Jami'ul Kabir" dari Jabir bin Abdullah katany : " Bahwa Rasulullah telah melihat Fathimah berpakainan kulit unta di waktu ia membuat tepung. rasulullah merasa terharu, kata beliau : " Hai Fathimah, sabarlah engkau .... dan seterusnya ". Berkenaan dengan ini turunlah ayat Al Quran ( Artinya ) : "Tuhanmu pasti akan memberimu nikmat dan engkau akan senang " ( Ad Dhuha : 5)

Sabar Dalam Derita

"Jika Aku menguji hambaku dengan  menghilangkan dua kesayangannya kemudian ia sabar niscaya Aku menggantinya dengan surga "

Diriwayatkan : Imam Bukhari, Muslim, dan Anas bin Malik

Sababul Wurud :
Kata Anas : " Malaikat Jibril telah datang ke pada Nabi Muhammad SAW yang disisinya terdapat Ibnu Ummi Maktum. Jibril bertanya : " Sejak kapan hilang kedua matamu ?". Jawabnya : "Sejak kecil ". Kata Jibril : " Allah telah berfirman : " Jika Kuambil dua kesayangan ( kedua mata ) hambaKu dan dia bersabar niscaya ...... dan seterusnya."

Al Baihaqi mengungkapkan dalam "As Syi ' ib" dari Thariq Hilal bin Suwaid bahwa ia telah mendengar kata-kata Anas : " Telah lewat dihadapan kami Ibnu Maktum, dia mengucapkan sala. Tiba-tiba Rasulullah bersabda : "Tidakkah kuberitahukan kepada kalian apa yang diberitahukan Jibril kepadaku yaitu bahwasannya Allah telah berfirman : "Barangsiapa yang Aku ambil dua kesayangannya...... dan seterusnya.

Keterangan :
Sabar disaat diuji pertanda kesempurnaan iman. Maka jika seseorang diuji Allah kemudian ia bersabar, Allah akan menggantiny dengan yang lebih baik.

Jumat, 05 Oktober 2012

Penderitaan Menghapuskan Kesalahan

"Allah telah mengampunimu hai Abu Bakar. Bukankah engkau sakit, bukankah engkau pernah susah, bukankah engkau pernah cemas, bukankah engkau pernah ditimpa penderitaan, bukankah engkau pernah ditimpa malapetaka ?" jawab Abu Bakar : "Benar". Rasulullah bersabda : "Begitulah (caranya) kalian diberi pahala (dengan penderitaan) di dunia ( untuk pahala di akhirat )".

Perawi : Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, Ibnu Hibban dan Oleh Al Hakim dari Abu Bakar As Shiddiq

Sababul Wurud :
Abu Bakar telah bertanya kepada Rasulullah : " Ya Rasulullah, bagaimana pengertian ayat : " Barangsiapa mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi balasan, berarti setiap keburukan yang telah kami kerjakan kemudian kami diberi pahala?". Rasulullah bersabda : " Allah telah mengampunimu hai Abu Bakar, bukankah ..... dst.

Keterangan :
Bahwa orang-orang yang beriman yang keluar dari dunia ini (mati) dengan baik, segala kesusahan yang menimpanya di dunia, menghapuskan dosa dan kesalahannya.

Musibah Menghapus Dosa

"Sederhanalah dan berlakulah luruslah maka di dalam setiap musibah yang menimpa seorang Muslim adalah kafarah (penebus dosa) sampai kepada sebuah petaka yang menimpanya atau sebuah duri yang menusuknya"

Perawi : Imam Ahmad, Muslim, Tarmizi dari Abu Hurairah

Sababul Wurud :
Hadist ini diucapkan Rasulullah sehubungan dengan turunnya ayat yang berbunyi : " Man ya'mal suuan yujza bihi " (Siapa yang berbuat keburukan pasti akan diberi balasan)

Keterangan :
Termasuk sederhana di dalam beribadah dengan tidak berlebih-lebihan (ghulwan) atau dikurang-kurangi. Musibah yang menimpa seorang Muslim sekecil apapun menghapuskan kesalahan.