E DHAYOH E TEKO...
assalaamu 'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu
innalhamdalillaah, nahmaduhuu
wa nasta'iinuhuu wa nastaghfiruhu
wa na'uudzubillaahi min syuruuri 'anfusinaa
wa min syayyi-aati a'maalinaa
man yahdillaahu falaa mudhillalahu
wa man yudhlilhu falaa haadiyalahu
asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa
syariikalaahu wa asyhadu annaa muhammadan 'abduhuu wa rasuuluhuu laa nabiyya
ba'dahu
Jamaah Shalat
Shubuh yang dirahmati Allah,
Segala puji bagi Allah yang senantiasa melimpahkan
karunianya kenikmatan yang tak terhitung
bagi kita semua. Dan diantara semua kenikmatan itu,
nikmat Islam dan Iman adalah yang paling utama.
Marilah kita jaga nikmat islam dan iman ini sampai
ajal menjemput
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan ke
haribaan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta para keluarga, sahabat, dan semua
orang yang mengikutnya hingga hari kemudian.
Jamaah Shalat
Shubuh yang dirahmati Allah
Mungkin bapak-bapak dan ibu-ibu jamaah sekalian,
waktu masih waktu kecil dulu, khususnya di jawa, kalau di madura saya nggak
tahu, ada tembang dolanan anak-anak yang
berbunyi : “Eee dhayohe teka; Eee gelarno klasa; Eee klasane bedhah; Eee tambalen
jadah; Eee jadahe mambu; Eee pakakno asu: Eee asune mati; Eee buwangen kali;
Eee kaline banjir; Eee kelekno pinggir”.
Ada banyak pendapat tentang arti tembang ini, di sini saya akan mengemukaan beberapa
perdapat tadi.
Pertama, yang berpendapat sesuai dengan arti tektual dari tembang
tersebut, mengatakan bahwa sudah menjadi watak orang Jawa kalau kedatangan tamu
rumusnya adalah “tiga UH” yaitu “lungguh, gupuh dan suguh”. Sehingga
banyak rumah orang Jawa ada tulisan "sugeng rawuh" dalam huruf Jawa
di ruang tamunya. Tamu jangan dibiarkan berdiri terlalu lama, segera diaturi lenggah (lungguh) (atau disuruh
duduk). Karena tembang ini tembangnya rakyat jelata, ya digelarkan klasa (tikar) sudah hormat sekali. Setelah tamu “lungguh” maka tuan rumah
akan “gupuh” (sibuk) untuk menyiapkan “suguh” (suguhan makanan minuman). Dalam
tembang ini “gupuh”nya makin menjadi-jadi ketika ternyata tikarnya sudah jebol
Dia melihat ada masalah dengan tikar yang
ternyata jebol. Mungkin lama tidak ada
tamu, tikar tidak pernah digelar. Bahkan jadah pun sudah bau. Intinya tuan
rumah kita tidak siap menerima tamu. Bisa juga tuan rumah memang jarang
menerima tamu. Tetapi apapun argumentasinya, namanya tetap tidak siap juga.
Sehingga tamunya (dhayohnya) menjadi tidak ditemui oleh
pemilik rumah, karena pemilik rumah menjadi sibuk membuang bangkai anjing di kali/sungai yang ternyata banjir.
Yang kedua, ada yang berpendapat, karena tembang ini ciptaan dari sunan kalijoga, maka ada semacam
makna/arti atau bahasa kerennya filosofi dari tembang dolanan ini, Dalam tembang ini, kalau kita sudah tua/usia
senja. Dhayoh atau tamu yang dimaksud
dalam tembang ini adalah malaikat
pencabut nyawa, malaikat Izrail. Kita
ingat dalam salah satu ayat al quran :
“Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada-Ku kalian dikembalikan". (Q.S.
Al-Ankabut; 57).
Atau
“ Tiap-tiap umat mempunyai batas
waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya
barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al A’raf: 34)
Jadi kita semua akan didatangi
oleh tamu kita tadi yaitu malaikat pencabut nyawa atau malaikat izrail, kita
mau atau tidak mau harus siap menerima kedatangnnya, Tapi kayaknya tidak
segampang kita menerima tamu kita sperti biasanya. Dalam tembang “Dhayohe teka” ini ketidak-siapan kita
digambarkan sebagai “klasa yang bedhah”
. e Klasa ne bedhah , klasa bedah, bisa
diartikan amalan wajib kita yang rusak, atau bolong-bolong, shalat kita
bolong-bolong, puasa kita bolong-bolong, zakat kita bolong-bolong, haji kita
juga bolog-bolong, bisa jadi bolong-bolong dalam jumlahnya atau rusak atau bedah, atau suwek kayak klosa
yang bedah tadi, karena sikap kita
yang riya, sombong, atau takabur atas
amalan kita.
Kalau amalan wajib kita tadi
sudah bedah, rusak atau sowek atau bolong-bolong mau ditambal atau diperbaiki
pakai apa? Apa pakai jadah? Apa ditambal pakai jadah
Maksudnya e tambalen jadah dalam tembang ini adalah, amalan wajib kita yang
bolong-bolong, yang rusak, yang bedah tadi, jika mugkin bisa kita perbaiki dengan pahala
dari amalan-amalan sunah sunnah kita. Puasa
sunah, shlat sunah, sedekah, dan lain-lainnya yang disunahkan Nabi. Namun,
bagaimana jika ternyata amalan-amalan sunah kita itu ternyata juga rusak,
mambu,............ e jadah mambu, Amalan yang sudah bau/mambu
tadi atau rusak tadi tentu juga nggak akan berguna bagi kita, kalau kita tetap
gunakan atau tetap memakan jadah yang
mambu tadi tentu kita akan menjadi sakit atau akhirnya mininggal dunia
karena jadah tadi sudah mambu/berracun, jadi amalan kita tadi tidak akan ada
harganya, bukti lainnya apa?...kalau jadah yang bau tadi di makan asu, a
pakakno asu, e asune mati,
akibatnya apa anjingnya tadi langsung
mati, jadi Anjing diseluruh dunia
saja tidak akan mau dikasih makan jadah ini, untuk binatang saja tidak ada harganya,
apa lagi untuk manusia. Kemudian akhirnya di mana amalan yang tidak berguna
tadi, akhirnya adalah di kali/sungai...
e kelokno kali, e kali ne banjir e kelekno pinggir... ini menggambarkan
suatu sungai/kali diatas jembatan sirotulmustqim.
Jadi bisa jadi penggambaran dari neraka.
Jadi kerena amalan kita rusak semua, maka tempatnya ya di neraka..
Kenapa amalan kita bisa rusak, ya tadi kerena kita beramal dengan tidak iklas,
tidak seuai al quran dan hadist, kerana kita riya, takabur, sombang, merasa benar sendiri dalam beramal, yang
lain salah, merasa pinter sendiri dalam beramal, yang lainnya bodoh, waktu
sholat merasa sholatnya paling benar yang lainnya salah, waktu puasa merasa
puasanya paling benar sendiri yang lain salah, waktu zakat merasa zakatnya
benar sendiri yang lain salah atau yang lainnya, dan lain-lainnya.
Kalau berbicara masalah riya, takabur dan sombong. Kita jadi teringat
pada salah satu makhluk ciptaan Allah subhanahu wa ta'ala, yaitu iblis, atau
setan.
“Dulu, jauh sebelum manusia
diciptakan, bangsa jin adalah mahluk yang pertama ada. Ia diciptakan dari api.
Di antara bangsa jin, ada yang
namanya Azazil. Azazil adalah sosok dari bangsa jin yang sangat taat beribadah.
Tidak ada yang bisa mengalahkan ritual ibadahnya. Kabar bercerita, bahwa ia
beribadah selama 60 ribu tahun lamanya.
Bahkan ia dianggap malaikat..
Saking taatnya Azazil, bangsa jin
mengangkatnya sebagai Imam. Ia menjadi rujukan bagaimana seharusnya beribadah
kepada Tuhan...”
“Sampai satu waktu, Tuhan memutuskan untuk
menciptakan seorang manusia dari segenggam tanah. Manusia pertama itu dinamakan
Adam. Dan ketika Adam tercipta, semua bangsa jin diminta tunduk padanya..
Hanya Azazil yang tidak mau. Ia
merasa bahwa dirinya jauh lebih mulya - karena diciptakan dari api - dan jauh
lebih taat kepada Allah daripada mahluk
yang baru diciptakan itu.
Akhirnya Azazil dikutuk tidak
akan pernah merasakan harumnya surga karena membangkang. Kesombongan menelan
semua amal ibadahnya menjadi tidak berguna..”
Dan sebetulnya ketika kita melakukan maksiat, itu sejatinya
bukan sepenuhnya akibat godaan iblis atau Azazil. Tetapi lebih karena besarnya
hawa nafsu kita sendiri, yang tidak mampu kita kendalikan.
“Lalu dimana peran Azazil atau
iblis dalam menyesatkan manusia
Azazil atau iblis atau setan akan
menyesatkan manusia “Ketika kita sudah
merasa beriman. Azazil atau iblis tidak ingin manusia lebih taat darinya dalam
hal ibadah.
Karena itulah ia menitipkan benih
kesombongan dalam hati manusia yang merasa sudah beriman, supaya ia merasa
dirinya benar, padahal apa yang ia lakukan adalah kesalahan besar. Seperti
dirinya. Seperti Azazil.
Dendam Azazil kepada anak cucu
Adam, tidak akan pernah punah sampai akhir masa..”
Sesungguhnya ibadah itu ibarat
pisau bermata dua. Menjadikan manusia berahlak sempurna atau menjadi mesin
perusak karena memelihara kesombongan di dadanya.
Jamaah
Shalat Shubuh yang dirahmati Allah,
Adalah penting bagi kita untuk menjaga amalan kita
supaya amalan kita tidak rusak, tidak bau, sehingga ada nilainya di hadapan
Allah kelak di akhirat, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam kita beramal.
Pertama yang harus ditegakkan adalah niat.
Kedua adalah ittiba’. Iittiba’ adalah amalan hendaknya dilakukan
sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketiga yang menjiwai amal perbuatan adalah ikhlas. Ikhlas
mengandaikan tidak adanya pamrih apapun dalam sebuah perbuatan
Ada tiga tanda orang yang berlaku ikhlas.
Pertama, tak memberi pengaruh apa-apa kepada si pelaku kala
perbuatan tersebut dipuji ataupun dicaci. Amal yang dijalankan secara ikhas
sejak awal bukan untuk meraih balasan apapun dari manusia, karena itu komentar
apa pun dari mereka tak akan berdampak apa-apa.
Tanda ikhlas Kedua, melupakan kebaikan yang telah dilakukan. Tanda
ini menempel secara otomatis pada diri si pelaku yang menganggap kebaikan
sebagai suatu kelaziman dalam hidup di dunia. Mengingat-ingat atau menghafal
kebaikan hanya hanya berlaku bagi orang yang berharap sebuah balasan atau
imbalan, seperti penagih utang yang berharap uangnya kembali atau seorang
pedagang yang mendambakan keuntungan.
Tanda ikhlas ketiga, kalaupun berharap imbalan, ia berharap balasan
baik di akhirat bukan di dunia.
Saya yakin jamaah di masjid ini
semuanya sudah paham atau hapal atau
nglontok di luar kepala dengan ketiga hal tersebut, tapi bapak-ibu sekalian kesemuanya ini adalah amalan hati, yang orang
lain susah untuk menilai, orang akan sangat susah untuk menilai pikiran atau
hati orang lain. Karena hati ini urusan
Allah, maka baiknya kita sering berdoa
"robbanaa laa tuzigh
quluubanaa ba'da idz hadaytanaa wa hablanaa mi-l ladunka rohmah innaka anta-l
wahhaab"
Wahai Tuhan kami, janganlah
Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk
kepada kami dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya
Engkau Maha Pemberi.
Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga bermafaat.
Wabillahi taufiq wal hidayah, Assalamuaikum warah
matullah hiwabarokatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar