Minggu, 16 Oktober 2016

URIP IKU URUP

assalaamu 'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu
innalhamdalillaah, nahmaduhuu
wa nasta'iinuhuu wa nastaghfiruhu
wa na'uudzubillaahi min syuruuri 'anfusinaa
wa min syayyi-aati a'maalinaa
man yahdillaahu falaa mudhillalahu
wa man yudhlilhu falaa haadiyalahu
asyhadu anlaa ilaaha illallah  wahdahu laa syariikalaahu wa asyhadu annaa muhammadan 'abduhuu wa rasuuluhuu laa nabiyya ba'dahu

Jamaah Shalat  Shubuh yang dirahmati Allah Subhana Wata Allah 
Kita panjatkan puja dan puji syukur kehadiratan allah swt, pada kesempatan yang berbahagia ini kita kembali bisa menjalankan shalat subuh berjamaah dan  menghadiri salah satu diantara majelis ilmu. Kita harapkan semoga Allah Subhana Wata Alla, berkenan untuk melimpahkan kepada kita semuanya ilmu yang bermanfaat, sehingga bisa kita amalkan sebagai bekal untuk menghadap Allah swt,  amin ya rabal alamin.

            Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan ke haribaan baginda Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta para keluarga, sahabat, dan semua orang yang mengikutnya hingga hari kemudian.

Jamaah Shalat  Shubuh yang dirahmati Allah Subhana Wata Allah 
Mungkin kita pernah mendengan pepetah jawa yang berbunyi : Urip Iku Urup.
Mopo niku Urip ? urip niku nggih  hidup. Nnopo niku hidup, hudup itu ya kalau manusia, masih bisa bernafas, masih bisa maka, minum bekerja, beribadah, berkembang biak dan lain-lainnya. Lha nek Urup niku nopo ? Urup niku artine menyala. Urip iku urup adalah salah satu dari sekian banyak pepatah jawa. Pepatah jawa ini merupakan salah satu mutiara nasehat yang sudah semakin pudar penerapannya di zaman ini. Terutama di saat egoisme semakin menggurita dan mendominasi kehidupan manusia.

Urip iku urup jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, bermakna hidup itu semestinya membuat nyala. Nyala di sini diartikan positif. Bila diibaratkan api, maka api tersebut menerangi. Memberi manfaat bagi sekitarnya.

Kita semua sudah tahu bahwa manusia itu adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Menjalin komunikasi dengan yang lain. Manusia tidak bisa mengisolir diri, meskipun memiliki materi yang berlimpah. Itulah mengapa hidup itu harus menyala. Saling tolong-menolong adalah suatu kepastian. Itulah mengapa manusia membutuhkan manusia yang lain.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjelaskan,

“ Khoirunnaas amfa’uhum linnaas “
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. HR. Ath-Thabarany

Seorang bijak pernah berujar, “Jangan engkau menjadi orang sukses. Tapi jadilah orang yang penuh manfaat bagi orang lain”.

Inilah salah satu tujuan hidup manusia. Seseorang harusnya memiliki keterpanggilan untuk saling menolong saudaranya bukan mementingkan ego diri masing-masing. Seseorang mestinya memiliki keterpanggilan untuk saling menolong saudaranya, memiliki jiwa dan semangat memberi manfaat kepada sesama. Kebaikan seseorang, salah satu indikatornya adalah kemanfaatannya bagi orang lain. Keterpanggilan nuraninya untuk berkontribusi menyelesaikan problem orang lain. Jadi, manusia terbaik adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain, seperti yang diungkapkan kutipan hadits di atas.

Ada paradoks  di sini, paradoks itu artinya pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran. Ada pernyataan yang menyatakan bahwa : Manusia itu menganggap kesuksesan dapat mendatangkan kebahagiaan. Dan itu memang benar, tetapi  nyatanya ketika mereka menggapai satu titik kepuasan, maka ia akan mengejar titik kepauasan yang lain di atasnya dan dia tidak akan pernah puas. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menggambarkan,

“Andaikan anak Adam memiliki dua lembah berisikan harta, niscaya dia ingin lembah yang ketiga. Tidak ada yang bisa mengisi perut anak Adam melainkan hanya tanah. Allah akan menerima taubat hamba yang bertaubat”. HR. Bukhari dan Muslim dari Ibn Abbas radhiyallahu’anhuma.

Kebahagiaan yang hakiki adalah ketika kita bisa berbagi. Selain merasakan kebahagiaan ketika berbagi atau membantu orang lain, Allah akan menolong melalui jalan yang tidak kita duga sebelumnya.  Dalam sebuah hadits sahih diterangkan,

“Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama ia senantiasa menolong saudaranya”. HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.

Ruang berbagi dengan orang lain amatlah luas. Mestinya, hidup atau urip, kita selaraskan, atau kita samakan dengan tujuan penciptaan Tuhan atas manusia, yaitu  menjadi manusia yang  rahmatan lil 'alamin, menjadi rahmat bagi semesta alam. Mestinya, manusia membingkai kehidupannya dengan misi pengabdian kepada Tuhannya dengan beroriantasi manjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama, apapun profesinya.

Yang paling tinggi adalah berbagi ilmu agama. Alias mengajarkannya, terutama kepada yang membutuhkannya. Misalnya mengajarkan al-Qur’an kepada putra-putri kita dan anak-anak TPQ. Menjadi guru, misalnya tidak sekedar mengajar dan kemudian mendapat, gaji, tetapi lebih menghayati profesinya sebagai guru, menjadi pendidik sejati, memperlakukan anak didiknya dengan penuh kasih sayang, memperhatikan masa depan mereka, sehingga menjadi generasi yang berkarakter dan peduli pada kehidupan dan memperoleh derajat kemanusiaan yang sesungguhnya.

Berikutnya berbagi harta. Apalagi bagi mereka yang mendapatkan kelapangan rizki. Di antara ladang kebajikan yang tidak layak diabaikan adalah: amal jariyah, seperti wakaf untuk sarana ibadah atau pendidikan agama.

Adapun yang minim ilmu dan harta, maka ia bisa berbagi tenaganya kepada orang lain. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa seharusnya setiap persendian manusia mengeluarkan sedekah setiap harinya.  Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedekah setiap harinya mulai matahari terbit. Berbuat adil antara dua orang adalah sedekah. Menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah. Berkata yang baik adalah sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan shalat adalah sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah sedekah. (HR. Bukhari). Dan ternyata yang dimaksud dengan sedekah itu adalah kebaikan, utamanya kebaikan dan kemanfaatan kepada sesama

Yang sering kita lupakan adalah bahwa, bersikap menjadi manusia yang bermanfaat adalah sesungguhnya kita telah menanamkan kebaikan kepada diri kita sendiri. Sapa nandur, sapa ngundhuh, siapa menabur, dia akan menuai. Firman Allah  jelas sekali dalam hal ini,  yaitu:


 “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri,... (Quran Surat Al Isra ayat 7)

Sering kita kalau pergi takjiah , ke kematian seseorang,  baik itu teman, tetangga atau bahkan keluarga, kadang ada di antara para takjiah atau para pelayat  itu yang bilang  ikut berbela sungkawa,  dan bahkan ada yang mengatakan bahwa meskipun  dia tidak ada hubungannya dengan yang mati tapi dia merasa sangat bersedih atau bahasa jawanya Masio  Dudu Sanak Dudu Kadang, yen Mati Melu Kelangan. Rasanya memang aneh, bagaimana mungkin bukan famili bukan saudara tetapi kalau orang tersebut meninggal kita akan merasakan ikut kehilangan. Secara logika orang yang tidak mempunyai pertautan darah dengan kita memang bukan saudara atau famili kita. Jadi jika orang yang bersangkutan meninggal secara logika kita tidak perlu merasa kehilangan. Tetapi kenapa si pelayat bisa berbicara seperti itu? berarti bisa jadi si mati itu mempunyai jasa bagi si pelayat, sehingga si pelayat itu bisa ngomong seperti itu dan  jika yang mengatakan seperti itu orang banyak, bisa jadi orang yang mati itu sangat berjasa pada banyak orang.

Dan rasullulah mengatakan : “Kalian akan menjadi saksi Allah di bumi,”
Ada lagi hadist Rosullulah lain yang berbunyi :

Ada riwayat dari Abul Aswad Addail, Saat itu Abul Aswad duduk didekat Umar. Rasulullah Saw bersabda, “Seseorang yang mati lalu ada tiga orang bersaksi akan kebaikannya, maka ia akan mendapatkan surga.”“Kalau cuma dua orang, bagaimana ya Rasul?” tanyaku.“Ya, meskipun cuma dua orang.” Kami tidak bertanya bila yang menjadi saksi hanya seorang.

Alangkah senangnya kita nanti jika kita meninggal banyak orag yang menyatakan, Masio  Dudu Sanak Dudu Kadang, yen Mati Melu Kelangan.

Demikian sedikit yang dapat kami sampaikan. Wabillahi taufiq wal hidayah wassalamualaikum warahmatullahiwabarokatuh